Undang-undang Dasar yang pertama di Indonesia, UUD ‘45, dibentuk dalam waktu yang singkat oleh sebuah komite yang diangkat oleh militer Jepang dan karenanya tidak dipilih oleh rakyat. Undang-Undang Dasar Indonesia yang berikutnya, UUD Sementara ‘50, adalah sebuah evolusi dari sistem pemerintahan masa revolusi. Namun, sudah jelas dari namanya bahwa pemimpin-pemimpin Indonesia bermaksud mengganti UUDS tersebut dengan sebuah undang-undang dasar yang lebih permanen yang diciptakan oleh wakil-wakil yang dipilih oleh masyarakat Indonesia secara demokratis.
Pada tahun 1955, Indonesia baru melaksanakan pemilihan umum nasional yang pertama. Pada bulan September, rakyat memilih wakil untuk DPR, dan pada bulan Desember pemilih kembali memilih wakil-wakil yang lebih banyak lagi-- yang akan bekerja di sebuah institusi yang dikenal dengan ‘Konstituante’.
Konstituante, setelah dipilih pada tahun 1955, mulai bersidang pada bulan November 1956 di Bandung, ibukota Jawa Barat. (Kebetulan, sidang-sidang lembaga itu dilakukan di gedung yang sama dengan Konferensi Asia-Afrika ‘55.) Perdebatan, permusyawaratan, dan penulisan draf-draf undang-undang dasar berlangsung selama dua setengah tahun. Perdebatan isu dasar negara (terutama antara golongan yang mendukung Islam sebagai dasar negara dan golongan yang mendukung Pancasila) terjadi sangat sengit. Walaupun para pimpinan Konstituante merasa sudah lebih dari 90% materi undang-undang dasar telah disepakati, dan walaupun ada beberapa tokoh partai politik Islam yang merasa siap berkompromi, Konstituante tidak sempat menyelesaikan pekerjaannya. Pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Sukarno mengumumkan Dekrit Presiden ‘59 yang secara sepihak membubarkan Konstituante dan mengembalikan UUD ‘45 sebagai dasar negara Indonesia, dan dengan itu juga meningkatkan kekuatan eksekutif dan militer.
Meskipun Konstituante tidak berhasil mengesahkan undang-undang dasar yang baru untuk Indonesia, namun institusi ini tetap penting secara historis. Untuk tujuan proyek ini, keanggotaannya dipandang sangat penting mengingat 610 individu (termasuk anggota pengganti dan anggota yang diangkat untuk mewakili golongan minoritas) yang berada di dalamnya mencerminkan elit politik pada kasta tertinggi di Indonesia pada saat itu.
Lahir: Kota Jakarta Barat, Tidak ada data yang tersedia
Alamat: Djl. Merak 14 Kota Jakarta Barat DKI Jakarta
No. Anggota: #366
Fraksi: Masjumi
Lahir: Kab. Tapanuli Utara, 14 May 1916
Alamat: Sipoholon, Tarutung Kab. Tapanuli Utara Sumatera Utara
No. Anggota: #476
Fraksi: Parkindo (Partai Kristen Indonesia)